TRADISI NGAYEKKA PADA MASYARAKAT ADAT BASEMAH DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM DAN KESETARAAN GENDER
Keywords:
Ngayekka, Perspektif Hukum Islam, GenderAbstract
Khitan wanita bagi sebagian masayarakat masih dilakukan, tidak terkecuali dengan suku besemah, hingga saat ini masih melakukan tradisi khitan perempuan atau disebut dengan tradisi ngayekka. Dimana khitan tersebut dilakukan pada anak perempuan pada saat usia 4 samapai dengan 8 tahun. Praktik khitan pada setiap daerah memiliki cara tersendiri atau dengan cara yang berbeda-beda. Berangkat dari hal tersebut muncul permasalah yang perlu peneliti kaji yaitu bagaimana praktik ngayekka yang di lakukan suku besemah, bagaimana perspektif hukum islam tentang praktik ngayekkah tersebut, dan bagaimana kesetaraan gender dari sisi upacara ngayekkah tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui praktik ngayekka yang dilakukan suku basemah sumatera selatan, pandangan hukum islam terhadap praktek tersebut dan kesetaraan gendernya. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis ethnografis. Fenomenologis ethnografis karena praktik sunat atau khitan wanita dalam suku adat basemah merupakan fenomena yang empiris terjadi dan dipraktikkan di masyarakat adat basemah sumatra selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. sumber data primer dalam penelitian ini adalah tokoh adat atau ketua adat, tokoh agama, budayawan atau suku basemah, orangtua pelaku ngayekka.
Hasil dari penelitian ini adalah praktek ngayekka yang ada di sumatera selatan merupakan tradisi yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu. Cara pelaksanaanya hanya memotong sedikit bagian klistoris atau dengan cara membuang selaput yang menutupi klistoris dengan menggunakan silet yang masih dalam kondisi baru dan bersih, tujuan dari ngayekka itu sendiri adalah untuk memuliakan kaum perempuan. Di dalam syariat Islam hukum khitan perempuan sunnah hukumnya yaitu untuk memuliakan atau sebagai penghormatan untuk kaum perempuan, tehnik pelaksanaanya pun di setiap daerah pastinya juga berbeda-beda. Dalam kesetaran gender upacara ngayekka (khitan perempuan) berbeda dengan upacara khitan laki-laki, dimana khitan laki-laki tidak ada perayaan. Maka disini sudah jelas adanya ketidak setaraan upacara khitan antara laki-laki dan perempuan. meskipun ini tidak menjadi polemik dalam kehidupan masayarakat suku besemah, namun secara sosila dan kesamaan hak ini sudah jelas ada perbedaan yang sangat siknifikan.